Cara HR Menghadapi "Orang Dalam" Saat Rekrutmen | | HRPODS

Cara HR Menghadapi “Orang Dalam” Saat Rekrutmen

Di dunia kerja, istilah orang dalam atau anak titipin kerap kita dengar. Praktik orang dalam juga ada di sekitar kita.

Anda sebagai praktisi HR mungkin pernah menghadapi kandidat yang memiliki koneksi orang dalam. Mungkin juga pernah mengalami desakan dari seorang atasan atau manajer (sebagai orang dalam) agar Anda menerima seseorang yang direkomendasikan oleh mereka.

Anda merasa hal tersebut melanggar standard operating procedure? Bagaimana menghadapi kandidat dengan “kekuatan” orang dalam saat rekrutmen?

Bagaimana pula mendeteksi praktik ini di lingkungan perusahaan? Namun bagaimana jika kandidat tersebut memiliki keterampilan mumpuni?

Istilah Orang Dalam

Tak ada definisi khusus untuk istilah orang dalam. Ini adalah istilah yang sudah lama digunakan oleh masyarakat.

Orang dalam dapat didefinisikan seseorang yang akan memudahkan suatu urusan atau persoalan. Orang dalam juga mengacu pada seorang perantara yang memperlancar atau membantu orang lain dalam penyelesaian masalah.

Siapa saja orang dalam itu? Siapapun, ia bisa keluarga, kerabat, sahabat, atau kolega kerja. Ia bisa berada di mana saja, seperti sekolah, organisasi, tempat kerja, hingga instansi atau lembaga.

Orang Dalam = Nepotisme?

Apakah koneksi orang dalam bisa disebut nepotisme?

Nepotisme merupakan tindakan dengan menggunakan kekuatan atau pengaruh seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang baik atau keuntungan yang tidak adil bagi anggota keluarga sendiri.

Menurut Simon, Clark, & Tifft (1966), nepotisme ialah pemberian patronase (bantuan, dukungan, dan keistimewaan dari satu pihak ke pihak lain) karena hubungan dan kekerabatan, bukan kualitas dan kelayakan.

Merujuk definisi di atas, menggunakan jasa orang dalam bisa disebut nepotisme. Dalam kehidupan sehari-hari, ada yang menganggap praktik tersebut tidaklah etis dan sangat merugikan. Namun ada pula yang mendukung dan menganggapnya normal.

Transparency International telah meriset hampir 20 ribu responden di 17 negara di Asia, usia 18 tahun ke atas, periode Maret 2019 hingga September 2020. Hasilnya, satu dari lima orang di Asia memanfaatkan koneksi pribadinya di pengadilan.

Selain pengadilan, praktik nepotisme juga terjadi di tempat pelayanan dokumen identitas dan kantor polisi. Rumah sakit menjadi berada di posisi paling bawah dalam pemanfaatan jasa orang dalam. Walaupun angkanya hampir sama seperti kantor pelayanan publik lainnya.

Praktik Orang Dalam di Tempat Kerja

Tak bisa dipungkiri, praktik atau jalur orang dalam terjadi di tempat kerja. Hal itu tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di negara lain.

Robert Jones, pakar Psikologi Industri dan Organisasi dari Missouri State University, mengatakan nepotisme merupakan bagian alami dari bakat manusia. Nepotisme memiliki persepsi sangat beragam dan berdasarkan budaya

Di Amerika Serikat, nepotisme dikritik dan memiliki asosiasi negatif. Ketika Donald Trump menjadi Presiden AS, ia menunjuk anak-anak dan anggota keluarga lain untuk menduduki posisi strategis. Ia pun menuai kritik dari berbagai kalangan. Sedangkan di Tiongkok dan India, nepotisme adalah cara hidup dan dianggap positif.

Menurut Jones, ada tiga cara memperoleh pekerjaan dari orang dalam, yaitu:

  1. Menerima pekerjaan tanpa prestasi (oportunistik).
  2. Menerima pekerjaan melalui paksaan.
  3. Menerima pekerjaan karena telah menentukan tujuan atau memiliki minat terhadap pekerjaan yang dituju.

Jika seseorang yang menerima pekerjaan dari orang dalam menunjukkan prestasi, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan. Meskipun nepotisme telah menjadi masalah. Namun masalah akan bertambah besar, jika orang tersebut tidak kompeten terhadap pekerjaan yang diterimanya.

Dampak negatif

Seperti yang telah dijelaskan di atas. Nepotisme di tempat kerja memiliki dampak negatif, yaitu:

Menciptakan lingkungan kerja tidak sehat

Memanfaatkan jasa orang dalam dapat menciptakan lingkungan kerja tidak sehat. Karena ada karyawan yang diistimewakan, ada pula yang dianggap remeh. Terlebih jika berkaitan dengan pengambilan cuti, pemberian tunjangan, menggunakan alat kerja, dan lainnya.

Kecemburuan sosial

Bekerja atas jasa orang dalam juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial. Misal karyawan A (rekomendasi orang dalam) sering mengambil cuti tanpa memperhatikan anggota tim lain, kerap melimpahkan tugas-tugasnya ke teman lain, dan melewatkan deadline, tetapi atasan justru membiarkan perilakunya.

Kejadian tersebut memicu pandangan negatif, gosip, saling sikut, hingga saling benci antar karyawan. Sehingga bisa melahirkan lingkungan kerja yang toxic dan melanggengkan sikap pilih kasih.

Konflik personal menjadi masalah perusahaan

Jika di kantor dihuni oleh orang-orang yang memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dan mereka ada konflik personal, hal itu berpotensi dibawa ke meja kantor. Sehingga konflik pribadi bisa menjadi masalah perusahaan. Buntutnya, mereka yang berkonflik tidak bekerja secara profesional.

Produktivitas menurun

Dampak berikutnya adalah menyebabkan produktivitas karyawan menurun. Mengapa demikian? 

Pertama, jika ada manajer atau atasan mengizinkan anggota keluarga mereka bekerja padahal tidak memenuhi syarat. Akibatnya kesalahan kerja sering terjadi, tanpa solusi, dan produktivitas menurun.

Kedua, ketika para atasan memberikan kesempatan promosi kepada anggota keluarga tanpa melihat prestasi kerjanya. Hal itu membuat karyawan yang telah bekerja keras dan beranggapan usaha mereka tak dihargai dan putus asa

Tingkat turnover tinggi

Jika praktik orang dalam tetap dipertahankan dan berdampak buruk pada karyawan lain, bukan tak mungkin jika turnover karyawan tinggi.

Karyawan berprestasi yang tidak dihargai akan mencari peluang lain. Ia lebih memilih perusahaan yang menghargai keterampilan dan dedikasinya.

Dampak positif

Namun koneksi orang dalam juga berdampak positif bagi perusahaan. Apa saja?

Menemukan kandidat tepat

Ketika perusahaan mencari kandidat dari karyawan mereka (manajer, supervisor, c-level), mereka tahu kemampuan orang-orang terdekatnya (keluarga, kerabat, atau sahabat).

Jika orang dalam merekomendasikan orang terdekatnya dengan keterampilan yang mumpuni, perusahaan akan memetik hasilnya. Misal kampanye marketing berjalan lancar, penjualan meningkat, dan target tercapai.

Menularkan sikap positif

Jika karyawan baru (hasil rekomendasi orang dalam) mematuhi SOP perusahaan, memiliki keterampilan, dan mampu bekerja sama tim dengan baik justru menularkan sikap positif ke tim lain.

Produktivitas meningkat

Jika kedua poin di atas tercapai, maka produktivitas karyawan meningkat. Hal ini akan berdampak pada peningkatan karier mereka.

Praktik orang dalam saat rekrutmen

Praktik orang dalam saat proses rekrutmen karyawan bukan hal baru bagi HR. Pelaksanaannya bisa berupa:

  • Orang dalam (yang memiliki jabatan, berpengaruh, atau pengambil keputusan) mendesak HR untuk memproses dan menerima kandidat tertentu.
  • Orang dalam tidak melibatkan HR dalam rekrutmen. HR hanya diminta mengurus administrasi penerimaan karyawan baru.
  • Orang dalam tak memedulikan kualifikasi dan persyaratan rekrutmen yang menjadi SOP perusahaan. Yang terpenting kandidat yang telah ia kenal diterima sebagai karyawan.
  • Kandidat membawa nama orang dalam ketika interview dengan HR.

Meski demikian menggunakan jasa orang dalam saat rekrutmen tidak melanggar undang-undang (UU). Perusahaan memiliki kewenangan dalam proses rekrutmen.

UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 31, menulis bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Sedangkan Pasal 31 (1) menyebutkan penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.

Cara HR Menghadapi Orang Dalam

Menghadapi kekuatan orang dalam saat rekrutmen dapat menguras energi perekrut.

Berurusan dengan nepotisme atau menghadapi kekuatan orang dalam tak bisa diselesaikan dalam sehari. Terlebih jika orang dalam yang berpengaruh di kantor mengabaikan peraturan perusahaan.

Kesabaran itu sangat penting,” ujar Heather Huhman, pakar SDM dan pendiri Come Recommended.

Namun sabar saja tidak cukup, seorang HR juga harus memiliki cara lain dalam menghadapi orang dalam di lingkungan kerja, terutama saat rekrutmen.

Menjalankan prosedur rekrutmen

HR tetap menjalankan peraturan atau prosedur rekrutmen. Seperti menerapkan prinsip terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan tanpa diskriminasi.

Cek dokumen kandidat

Cek dokumen kandidat dengan saksama. Mulai dari cover letter, curriculum vitae, hingga portofolio.

Dari dokumen tersebut, Anda dapat menilai apakah kandidat telah memenuhi persyaratan atau belum. Jika kandidat adalah rekomendasi orang dalam dan ia meminta Anda untuk melakukan wawancara, tak ada salahnya untuk memenuhi permintaannya.

Diskusi tentang proses rekrutmen

Saat wawancara, Anda dapat berdiskusi dengan kandidat mengenai proses rekrutmen dan sekilas tentang posisi yang dibutuhkan. Anda juga bisa bertanya mengenai hubungan kandidat dengan orang dalam yang dikenalnya.

Tes psikologi atau tugas studi kasus

Saat proses rekrutmen, ada perusahaan yang menggunakan tes psikologi dan memberikan tugas studi kasus kepada kandidatnya. Namun ada pula yang hanya memberikan tugas studi kasus berdasarkan job description.

Jika Anda sudah menerima hasil tugas dari kandidat, lihat dan bandingkan dengan kandidat lainnya. Hasil tersebut bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan pemilihan kandidat.

Tetap profesional

Jika kandidat (rekomendasi orang dalam) memenuhi kualifikasi dan memiliki keterampilan baik, berarti ia layak diterima. 

Kalau ia tidak punya keduanya dan orang dalam memaksa Anda untuk menerimanya, lakukan dengan profesional. Anda dapat memproses penerimaan karyawan baru sesuai SOP.

Memberitahu rekan kerja dan/atau atasan

Rekrutmen dengan kekuatan orang dalam bukan persoalan divisi HR saja. Anda bisa membagi informasi ini dengan rekan kerja satu divisi dan/atau atasan yang berfungsi sebagai pengambil keputusan.

Mereka berhak tahu tentang peristiwa yang terjadi di perusahaan. Sehingga jika ada masalah, mereka bisa berdiri di samping Anda dan membantu menyelesaikan masalah.

Penutup

Nepotisme ada di mana-mana. Menggunakan koneksi orang dalam saat rekrutmen adalah salah satunya. Praktik ini bisa menghambat karier rekan kerja dan menghasilkan lingkungan kerja toxic.

Praktik orang dalam tidak bisa dihindari, tetapi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Jika memungkinkan, divisi HR memiliki peraturan atau kebijakan mengenai rekrutmen yang melibatkan orang dalam.

Dan jangan lupa, kelola stress kerja dan lakukan kegiatan menyenangkan.

Comment