Peraturan Ketenagakerjaan Yang Harus Dipahami HRD | | HRPODS

Peraturan Ketenagakerjaan Yang Harus Dipahami HRD

Pengelolaan karyawan yang meliputi pembentukan suatu aturan di dalam perusahaan merupakan tugas dari seorang HRD. Peraturan yang dibuat oleh perusahaan melalui HRD tidak bisa berdasarkan subjektifitas atas kebutuhan perusahaan semata.

HRD tentunya harus membuat peraturan di dalam perusahaan yang sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang sudah diperundangkan oleh pemerintah. Peraturan tersebut akan mengatur hak dan kewajiban karyawan beserta perusahaan itu sendiri.

Lantas, peraturan perundangan apa saja yang wajib dipahami oleh seorang HRD dalam mengelola karyawan? Mengapa seorang HRD wajib memahami peraturan perundangan yang berlaku?

Simak penjelasanya!

Mengapa HRD Wajib Memahami Peraturan Perundangan Yang Berkaitan Dengan Ketenagakerjaan?

Sifat dari hukum yang mengikat tentu harus dijalankan oleh siapa pun, termasuk perusahaan dalam mempekerjakan karyawannya.

Hal ini yang mendasari HRD yang merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan untuk wajib memahami secara menyeluruh terkait peraturan perundangan yang berlaku.

Karena apabila seorang HRD tidak memahami dan memperbaharui pengetahuan dan pemahaman terkait peraturan perundangan, maka bukan tidak mungkin akan ditemukan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan atau HRD dalam proses pengelolaan karyawan.

Peraturan Perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, sejatinya mengatur segala hal terkait hak dan kewajiban yang dimiliki oleh karyawan dan perusahaan itu sendiri.

Peraturan Perundangan Yang Wajib Dipahami HRD

Peraturan Perundangan yang berlaku kerap kali mengalami perubahan, terdapat beberapa peraturan dari berbagai tingkatan yang harus ditaati oleh perusahaan.

Mengutip dalam Pasal 100 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berbunyi:

Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dimaknai sebagai peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Maka dapat disimpulkan, keputusan-keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum berlakunya undang-undang tersebut, harus dimaknai sebagai peraturan.

Setidaknya, terdapat empat peraturan yang harus dipahami oleh HRD sendiri, mulai dari Undang-Undang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga Peraturan Walikota/Bupati.

Seperti apa isi peraturan tersebut? Lihat penjelasan di bawah ini.

Undang-undang ketenagakerjaan

Undang-undang Ketenagakerjaan secara hierarki merupakan payung bagi seluruh aturan terkait ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.

Pemerintah sendiri telah mengesahkan dua undang-undang terkait ketenagakerjaan: Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Di dalamnya membahas mengenai hal-hal sebagai berikut ini:

1. Waktu kerja

Waktu kerja karyawan dalam perusahan diatur dalam  Pasal 7 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, yaitu:

  1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jan 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

2. Status karyawan

Status karyawan yang terdapat di dalam Peraturan Perundang-Undangan No. 13 Tahun 2003, mengatur menjadi dua golongan yaitu:

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Karyawan yang memiliki status PKWT atau karyawan kontrak merupakan karyawan yang bekerja dalam waktu tertentu.

Status kerja karyawan PKWT selanjutnya disesuaikan dalam UU Cipta Kerja dan diturunkan dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Di dalamnya dijelaskan bahwa status kerja PKWT diperuntukkan untuk pekerjaan tertentu dengan masa kerja maksimal 5 tahun.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Selanjutnya yaitu status kerja karyawan PKWTT, atau hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan dengan status karyawan tetap, yang mana status karyawan tetap ini diatur di dalam Pasal 60.

Dalam Pasal ini dijelaskan bahwa perusahan boleh melakukan masa percobaan kepada karyawan dengan status tetap selama 3 bulan.

3. Cuti

Seorang karyawan yang telah bekerja di perusahaan selama 1 tahun memiliki hak untuk mendapatkan cuti sekurang-kurangnya selama 12 hari. Hal ini diatur dalam Pasal 79 ayat (2).

Namun, jumlah cuti tersebut dapat disepakati lebih lanjut antara perusahaan dengan karyawan saat melakukan perjanjian kerja.

4. Aturan pengupahan

Selanjutnya, aturan mengenai pengupahan diatur dalam Pasal 88-89 Undang-Undang Ketenangakerjaan, yang meliputi:

  1. upah minimum;
  2. struktur dan skala upah;
  3. upah kerja lembur;
  4. upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
  5. bentuk dan cara pembayaran upah;
  6. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
  7. upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

5. Perhitungan upah pokok

Pasal 93 ayat (2) dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai kewajiban pengusaha atau perusahaan melakukan pembayaran upah tenaga kerja dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya apabila seorang karyawan tidak masuk kerja akibat sakit yang di deritanya, perusahaan tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan upah/gaji kepada karyawan yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 93 ayat (3).

Sanksi terkait pengupahan

Pasal 95 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai Sanksi bagi pekerja dan perusahaan terkait dengan pengupahan, yaitu:

  • Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesenjangan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda.
  • Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan penbayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.
  • Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah.
  • Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Undang-Undang Cipta Kerja

Pada dasarnya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah Peraturan Perundangan yang digunakan untuk melengkapi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Cipta Kerja ini penyempurnaan atas UU Ketenagakerjaan dengan beberapa perbaikan dan perubahan.

Setidaknya terdapat 9 poin perubahan dalam UU Ketenagakerjaan yang berada di dalam UU Cipta Kerja.

  1. Waktu istirahat dan cuti
  2. Pengupahan
  3. Pesangon (uang penggantian hak, uang penghargaan masa kerja, uang pesangon)
  4. Jaminan sosial
  5. Pemutusan hubungan kerja
  6. Status kerja
  7. Jam kerja
  8. Alih daya/outsourcing
  9. Tenaga kerja asing

Beberapa aturan di atas, diatur kembali lebih spesifik melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia di antaranya sebagai berikut:

  • Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja
  • Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan
  • Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Peraturan Menteri

Peraturan Menteri yang harus dipahami oleh HRD adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di dalam perusahaan.

Dalam PERMEN tersebut yang dimaksud dengan THR atau Tunjangan Hari Raya Keagamaan adalah hari raya setiap agama yang ada di Indonesia dan dianut oleh setiap karyawan.

Setidaknya ada 6 poin yang harus dipahami terkait THR yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri tersebut, antara lain:

  1. Masa kerja.
  2. Bentuk THR.
  3. Waktu pemberian THR.
  4. THR bagi karyawan yang mengundurkan diri.
  5. Pajak THR.
  6. Sanksi Perusahaan.

Peraturan Daerah

Peraturan daerah merupakan salah satu peraturan yang harus dipatuhi oleh perusahaan sesuai dengan teritorial pemerinrtah daerah tersebut.

Seperti peraturan Bupati yang mengatur perusahaan wajib melakukan rekrutmen terhadap penduduk lokal yang berdomisili sesuai dengan teritorial hukum pemerintah daerah tersebut.

Maka peraturan daerah yang biasa dikeluarkan oleh Bupati/Wali kota wajib dijadikan pertimbangan dalam pembuatan keputusan di internal perusahaan.

Contohnya, Peraturan Daerah terkait dengan ketenagakerjaan terdapat dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 2019 tentang Upah Minimum Sektoral Provinsi Tahun 2019.

Perjanjian Kerja Bersama

Setelah memahami berbagai jenis peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, perusahaan melalui HRD akan membuat keputusan terkait peraturan internal perusahaan yang slanjutnya dimasukan ke dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan disepakati oleh perusahaan dengan karyawan yang bekerja.

Cara Menambah Ilmu Untuk HRD

Memahami peraturan hukum yang berlaku memang bukan hal mudah untuk dilakukan oleh seorang HRD.

Namun jika seorang HRD tidak memahaminya dengan benar, besar potensi perusahaan akan terancam dikenakan sanki karena telah melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Lantas bagaimana seorang HRD dapat meng-upgrade dirinya agar lebih memahami konteks tentang hukum yang berlaku sebagai penunjang mengelola karyawan?

Berikut tips agar seorang HRD mampu memperkaya ilmu hukum yang berlaku.

  1. Mengikuti sertifikasi profesi HRD.
  2. Mengikutir webinar tentang hukum ketenagakerjaan.
  3. Mengikuti komunitas HR
  4. Berkonsultasi dengan konsultan hukum.

Penutup

Keuntungan memahami setiap peraturan perundangan yang berlaku tentu memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, karena sejatinya perusahaan akan kecil kemungkinan untuk terhindar dari ancaman sanksi yang berlaku.

Comment