HR Burnout: Bagaimana Cara Meminimalisirnya? | | HRPODS

HR Burnout: Bagaimana Cara Meminimalisirnya?

hr burnout

Cepat atau lambat, perusahaan akan mengalami HR burnoutKenapa demikian?

Karena selama pandemi COVID-19, HR adalah garda terdepan dalam pengelolaan karyawan di balik kelangsungan bisnis

Sebut saja, HR telah membantu perusahaan dalam hal menerapkan protokol kesehatan, lebih manusiawi melakukan pendekatan manajerial, bersama divisi TI menyediakan kebutuhan work from home (WFH) dan hybrid, hingga cepat tanggap jika karyawan terkena COVID-19.

Itu artinya, tim HR juga harus melakukan sterilisasi di kantor dan rutin memperhatikan kondisi karyawan yang positif. Bahkan di beberapa perusahaan, HR akan mengirimkan paket makanan serta vitamin dan/obat-obatan kepada karyawan.

Ya, kondisi tersebut memperlihatkan bahwa peran HR bertambah menjadi tim satuan tugas (Satgas) COVID-19 di organisasi. Tak jarang, mereka harus memprioritaskan urusan pekerjaan daripada memperhatikan diri sendiri.

Alhasil, HR burnout tak terhindarkan lagi. Walau kasus pandemi agak melandai, bukan berarti mengurangi beban kerja mereka. 

Untuk mengatasi HR burnout, kita sebagai rekan kerja sesama HR dapat membantu mereka. Dengan demikian, mereka mampu menavigasi kehidupan personal dan profesional.

Apa Penyebab HR Burnout?

Seperti karyawan pada umumnya, HR bisa mengalami burnout

Burnout adalah keadaan yang membuat fisik dan mental lelah dan disebabkan oleh tekanan berlebihan serta berkepanjangan.

Mereka juga berstatus karyawan yang memiliki target kerja. Hanya saja target mereka bukan seperti tim penjualan. Target mereka adalah mendukung bisnis serta mengelola karyawan untuk berkontribusi terhadap perusahaan.

Subyek target mereka bukan barang, melainkan manusia dengan segala permasalahannya. Situasi tersebut berkontribusi terhadap stress kerja.

Efek pandemi COVID-19

Bagi HR, stress kerja semakin tinggi ketika pandemi COVID-19 melanda berbagai negara. 

Anna Rasmussen, pendiri dan CEO OpenBlend –platform manajemen kinerja–, mengatakan bahwa selama dua tahun pandemi, tingkat HR burnout semakin terlihat nyata.

Penyebabnya adalah HR harus lebih memperhatikan karyawan di tengah pandemi dan ancaman Great Resignation. Mereka harus menyelaraskan antara kebutuhan perusahaan dan karyawan berjalan lancar. 

Belum lagi, peran tambahan sebagai Satgas COVID-19 hingga mengajak vaksinasi. Jika tidak ada reward dari atasan sering kali membuat mereka tidak bisa mengendalikan kehidupan personal.

Dampak burnout

Jika HR tidak mampu mengatasi burnout pada diri mereka, maka dampaknya akan berpengaruh pada kesejahteraan fisik dan mental

Sebut saja berisiko menambah tingkat kecemasan, depresi, insomnia, peningkatan tekanan darah, leher dan tulang belakang nyeri, dan masalah kesehatan lainnya.

Jika manajemen dan/atau pemimpin tidak turun tangan mengatasi dampak tersebut, maka akan memperburuk kondisi HR. Bukan tak mungkin, urusan ketenagakerjaan bakal terkendala. 

HR Burnout: Bagaimana Cara Meminimalisirnya?

hr burnout

Awak kabin pesawat terbang sering mengatakan, “Sebelum menolong orang lain, pastikan diri Anda sudah menolong diri sendiri”.

Ya, kalimat tersebut ada benarnya. Sebelum memberikan tangan ke orang lain, Anda sudah tertolong dan memastikan diri Anda dalam kondisi aman. HR pun demikian.

Saat rekan kerja HR burnout atau Anda yang sedang burnout, segera ambil tindakan untuk meminimalisir dampak negatif. Caranya adalah:

Menyadari kondisi diri

Idealnya, kita harus menyadari diri sendiri dalam segala kondisi. Baik ketika sedang bekerja, di waktu luang, makan, rapat, berjalan, hingga bertemu dengan klien atau pelanggan. 

Terkadang, ketika seseorang mengalami stress kerja, ia menjadi cemas dan overthinking. Dari kondisi itu, sadari diri sejenak dengan bernapas dan tak perlu bereaksi apa pun.

Jika mengalami kesulitan mengatasi pikiran, cobalah mendiskusikan perasaan Anda dengan orang terdekat.

Percakapan secara holistik 

Percakapan secara holistik perlu dilakukan antara staf dan manajer HRD. Percakapan bukan membahas tentang kinerja per kuartal atau semester, melainkan perbincangan berkaitan dengan kesejahteraan, motivasi, dan pengembangan personal.

Sebaiknya, manajer HRD memahami faktor yang memotivasi dan melibatkan stafnya. Dorong pula untuk berbicara tentang hal-hal yang mendorong dan membentuk diri mereka. 

Lakukan secara berkala dan jangan menunggu mereka mengalami burnout.

Klarifikasi peran

Memang, di tengah era VUCA (volatile, uncertain, chaotic and ambiguous), HR dituntut untuk lebih agile dan fleksibel. 

Namun, jika Anda mengalami overload pekerjaan, berkomunikasi dengan manajer tentang peran. Coba klarifikasi peran dan tujuan peran tersebut serta cek kemajuan kinerja pada tiga bulan pertama.

Karena bagaimanapun, kejelasan peran akan meningkatkan kompetensi, otonomi, dapat bekerja sama dengan orang lain, dan memiliki kekuatan di tempat kerja

Buat batasan

Sudah rahasia umum, jika tim HR menjadi sumber informasi karyawan. 

Jika ada info tidak jelas, karyawan pasti bertanya kepada HR kapan saja. HR pun harus siap menjelaskan persoalan dan memberikan solusinya.

Namun, menjadi seseorang yang mudah diakses oleh semua karyawan membuat kelelahan secara emosional dan berujung burnout

Oleh karena itu, Anda perlu membuat batasan, terutama mengenai jam kerja. Sosialisasikan tentang waktu jam kerja berlangsung hingga selesai dan beritahu jika Anda sedang cuti. Di luar itu, mereka dilarang bertanya tentang kerja.

Selain itu, dorong manajer untuk aktif berkomunikasi dengan anggota timnya. Termasuk memastikan mereka dapat menyelesaikan masalah tim. Jika tidak demikian, mereka akan lari ke tim HR setiap ada masalah.

Butuh bantuan

Jika kelelahan Anda tak terhindarkan, mintalah bantuan ke rekan kerja, manajer, atau pimpinan. Jelaskan ke mereka tentang kondisi dan beban kerja yang selama ini Anda tangani.

Di luar pekerjaan, Anda bisa meminta bantuan profesional –psikolog, holistic practitioner, atau life coach–. Mereka akan membantu agar Anda memiliki kestabilan fisik dan mental serta mengelola stress.

Berjejaring 

Dengan berjejaring, Anda melihat perspektif lain dari suatu persoalan. Hal tersebut memberikan Anda insight untuk mengelola tugas dan meminimalisir burnout.

Berjejaring ini bisa dilakukan dengan bergabung ke komunitas HR, rutin mengikuti webinar tentang isu-isu ketenagakerjaan, atau mengikuti kelompok diskusi tentang HR di media sosial.

Di komunitas HR, misalnya, Anda bisa berbagi pengalaman dengan anggota lain, menambah keahlian, hingga mengikuti perkembangan terkini di ranah ketenagakerjaan.

Prioritaskan kesehatan

Memprioritaskan kesehatan –fisik dan mental– adalah hal yang wajib Anda lakukan. Bagaimana Anda bisa fokus bekerja jika tidak sehat?

Anda bisa mulai menata kesehatan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi, usahakan konsumsi menu bergizi. Lalu perlahan-lahan, lakukan kegiatan fisik seperti stretching, jalan pagi, atau olahraga yang bisa dilakukan.

Apakah Perusahaan Telah Memenuhi Kebutuhan HR?

hr burnout

Ketika karyawan burnout, HR harus turun tangan menolong agar mereka memiliki kondisi prima untuk kembali bekerja. Saat HR burnout, siapa yang akan membantu?

Seperti yang telah disebutkan di atas, pemimpin dan/atau manajemen berperan penting dalam penanganan HR burnout. HR membutuhkan lebih dari sekadar liburan.

Pada dasarnya, HR membutuhkan peningkatan proses kerja secara signifikan dan budaya organisasi yang memihak mereka serta tenaga kerja yang lebih luas.

Apakah perusahaan teleh memenuhi kebutuhan tersebut? Untuk mendukung kinerja tim HR, perusahaan perlu melakukan:

Pertama, penerapan strategi untuk menunjukkan sisi kemanusiaan sembari mengomunikasikan dengan tepat apa yang dibutuhkan oleh tim HR agar merasa lebih baik dan tetap terlibat.

Kedua, mengajarkan tim HR untuk mengelola ketegangan emosional. Perusahaan bisa menawarkan program kesehatan mental supaya mereka mengelola pikiran dan perasaan mereka, termasuk mampu mengidentifikasi stress. 

Ketiga, tetap relevan. Perusahaan harus tetap relevan dalam menjalankan bisnis sekaligus meningkatkan kinerja karyawan di tengah transformasi digital.

Hal itu memengaruhi bidang HR yang semakin kompleks dan “menuntut” ke burnout. Terlebih peran HR saat ini berdampingan dengan teknologi (HRIS), hukum (hubungan industrial), public relation (komunikasi internal), marketing (employer branding), dan lainnya.

Maka, perusahaan dapat melengkapi tools tim HR agar kinerja mereka berjalan efektif dan efisien.

Penutup

HR burnout tak bisa dihindari, apalagi jika yang bersangkutan adalah HR satu-satunya di perusahaan. Karena ia akan menjalankan semua fungsi sekaligus menghadapi segala permasalahan di kantor.

Oleh karena itu, pemimpin dan/manajemen perlu mempromosikan sistem kerja berkelanjutan, sehingga memungkinkan karyawan memiliki kontrol dan fleksibilitas terhadap pekerjaan. 

Di sisi lain, sesama HR, dapat saling membantu dan bertindak suportif. Hal itu membuat seseorang dapat menavigasi kehidupan personal dan mendukung tujuan perusahaan.

Comment