Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day) baru saja berlangsung pada 8 Maret lalu.
Penyelenggaraan hari ini meningkatkan kesadaran kita terhadap kesetaraan, termasuk kesetaraan perempuan di tempat kerja. Karena ketimpangan upah dan pendidikan memengaruhi partisipasi pekerja perempuan.
Jika menarik ke belakang, masalah tersebut yang mencetuskan Hari Perempuan Internasional. Awalnya, ini adalah gerakan 15.000 perempuan berbaris dari New York City, Amerika Serikat (AS), menuntut jam kerja lebih pendek, gaji lebih baik, dan hak suara pada 1908.
Meski sudah banyak perbaikan dalam sistem pendidikan dan upah. Namun masih ada ketidaksetaraan dan diskriminasi gender di tempat kerja. Maka tak heran jika keikutsertaan perempuan bekerja rendah.
Kali ini, HRNote akan mengulas tentang Hari Perempuan Internasional dan keterlibatan pekerja perempuan yang masih rendah serta upaya pemerintah memberdayakan mereka.
Contents
Hari Perempuan: Tingkat Partisipasi Pekerja Perempuan
Hari Perempuan Internasional pertama kali diselenggarakan pada Februari 1909 di AS. Namun pada 1913, tercapai kesepakatan bahwa Hari Perempuan Internasional akan dirayakan setiap tahun pada 8 Maret, sesuai kalender Gregorian.
Pada 1975, PBB merayakan Hari Perempuan Internasional untuk pertama kalinya. Kini, hampir seluruh dunia merayakan Hari Perempuan Internasional/
Pergerakan perempuan yang menyerukan kesetaraan pun membuahkan hasil. Hasilnya, banyak perubahan yang mendukung kesetaraan perempuan, termasuk di tempat kerja.
Hal itu bisa dilihat dari perempuan berada di posisi eksekutif atau pengambil kebijakan, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, serta kemunculan mereka sebagai influencer di berbagai aspek kehidupan.
Meski demikian partisipasi pekerja perempuan berada di bawah laki-laki. Di Amerika Serikat, partisipasi pekerja perempuan juga mengalami penurunan, terutama sejak pandemi COVID-19.
Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa 275.000 perempuan meninggalkan pekerjaan pada Januari. Partisipasi mereka menjadi 57 persen atau terendah sejak 1988.
Penyebab partisipasi rendah bukan pandemi, yang menjadi salah satu katalisator. Padahal kehadiran pekerja perempuan di tempat kerja sangat penting. Karena memengaruhi keterlibatan dan retensi karyawan.
Di Indonesia pun demikian. Berdasarkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), pekerja perempuan sebesar 53,34 persen, sedangkan laki-laki sebesar 82,27 persen.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan partisipasi pekerja perempuan sudah sedikit dalam beberapa tahun terakhir. Namun angka tersebut masih di bawah Vietnam dan Thailand. Penyebabnya adalah:
Diskriminasi gender
Seringkali pekerja perempuan mengalami diskriminasi di tempat kerja. Ida yang tercatat sebagai anggota DPR RI untuk periode 1999-2004 pada usia 29 tahun menyebutkan diskriminasi gender karena perempuan adalah penghambat dan produktivitasnya rendah.
Padahal diskriminasi lah yang justru menghambat partisipasi pekerja perempuan. Diskriminasi juga berdampak negatif terhadap perekonomian.
Upah
Rata-rata upah pekerja perempuan masih berada cukup jauh di bawah pekerja laki-laki, untuk semua jenjang pendidikan dan kelompok umur. Rata-rata upah pekerja perempuan lebih tinggi daripada laki-laki ada di sektor listrik dan gas, konstruksi, transportasi, dan jasa perusahaan.
Pendidikan
Pendidikan berkontribusi dalam partisipasi pekerja perempuan. Persentase pekerja perempuan berpendidikan SMP ke bawah lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Sedangkan yang berpendidikan SMA dan SMK lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Ida menyampaikan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen mendukung pemberdayaan perempuan di tempat kerja. Beberapa upayanya adalah melindungi pekerja perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya. Mulai dari hak bidang reproduksi, K3, serta kehormatan dan pengupahan.
Hari Perempuan Ingatkan Gender Gap Itu Nyata
Hari Perempuan Internasional bukan sekadar selebrasi.
Namun hari ini mengingatkan kita semua bahwa gender gap itu nyata. Sama seperti Ida Fauziyah, International Labour Organization (ILO) pun menyatakan ada gender gap di dunia kerja.
Data ILO menunjukkan bahwa mencari pekerjaan jauh lebih sulit bagi perempuan daripada laki-laki dan ini terjadi di seluruh dunia. Secara keseluruhan, saat ini, partisipasi angkatan kerja global untuk perempuan di bawah 47% dan laki-laki 72%.
Ditilik dari perspektif ekonomi, adanya gender gap akan menghambat ekonomi di suatu negara. Pasalnya, mengurangi gender gap dalam partisipasi angkatan kerja dapat secara substansial meningkatkan produk domestik bruto (PDB) global.
Dalam blog World Bank, mereka menuliskan dua per tiga penduduk perempuan Indonesia saat ini merupakan kelompok usia produktif 15-64 tahun. Kelompok ini memiliki potensi sangat besar untuk berkontribusi mempercepat pertumbuhan ekonomi, asal tidak ada penghalang.
Contohnya, jika Indonesia meningkatkan partisipasi pekerja perempuan sebanyak 25% pada 2025, maka negara menghasilkan tambahan aktivitas ekonomi senilai $62 miliar (sekitar Rp868 triliun dengan kurs Rp14.000) dan menambah PDB sebesar 2,9%.
Hari Perempuan Menjembatani Gender Gap
Hasil survei McKinsey terhadap lebih dari 70.000 karyawan dari 82 perusahaan yang berpartisipasi pada 2021 menemukan bahwa perempuan mengalami bagaimana tempat kerja mereka lebih condong mendukung laki-laki.
Gender gap terbesar adalah pekerja perempuan entry level 18% lebih kecil kemungkinan untuk dipromosikan daripada laki-laki. Secara umum, rata-rata perempuan dipromosikan pada tingkat yang lebih rendah dibanding laki-laki.
Di sisi lain, pekerja perempuan juga tertarik dan bersedia untuk dipromosikan –seperti laki-laki– dengan gaji yang sebanding. Jika kita ingin kesetaraan, maka memerlukan upaya semua pihak dalam menjembatani gender gap. ILO memiliki upaya hal itu, yakni:
Pemberian upah transparan
Prinsip pengupahan untuk semua pekerjaan harus dilindungi dan dijalankan sesuai undang-undang. Untuk mendukung upaya itu diperlukan sistem upah minimum yang kuat dan perundingan secara kolektif.
Biiasanya, hal itu dilakukan oleh pemerintah yang berdiskusi dengan pelaku usaha dan serikat pekerja. Di level organisasi, pelaku usaha dapat meningkatkan transparansi upah dan evaluasi pekerjaan yang netral gender.
Mengatasi segregasi pekerjaan
Tak sedikit pihak yang melakukan pemisahan atau segregasi dalam pekerjaan. Selama ini, perempuan cenderung terwakili dalam pekerjaan yang dianggap tidak terampil atau “pekerjaan rendahan”.
Padahal jenis pekerjaan tertentu atau pekerjaan identik dengan laki-laki bisa dilakukan juga oleh perempuan. Kuncinya adalah menjembatani gender gap dengan pendidikan, penjangkauan publik, dan sistem evaluasi pekerjaan.
Mengeliminasi diskriminasi
Banyak negara memiliki undang-undang yang menentang diskriminasi gender dan pelecehan di tempat kerja. Namun itu belum cukup, perlu upaya lain untuk mengeliminasi diskriminasi.
Hal ini memerlukan peran pemerintah, pihak swasta, dan kerja sama pekerja untuk menegakkan sanksi yang tegas, upaya pemulihan efektif, lembaga khusus kesetaraan, dan kampanye kesetaraan gender.
Memberikan work-family balance
Tak hanya work-life balance, kebijakan work-family balance juga penting untuk menjembatani gender gap. Pertimbangkan untuk memberikan keseimbangan work-family kepada pekerja perempuan maupun laki-laki.
Misalnya, memberikan gaji utuh bagi pekerja perempuan yang mengambil cuti hamil dan melahirkan, cuti bagi pekerja laki-laki (yang istrinya baru melahirkan), dan pemberian hak perlindungan sosial lainnya.
Menciptakan pekerjaan perawat berkualitas
Kenapa perawat? ILO menyebutkan bahwa menciptakan pekerjaan layak untuk perawat profesional sangat penting, karena pekerjaan ini mewakili kehadiran perempuan. Namun hal itu juga harus diikuti dengan meningkatkan layanan publik dan pembangunan infrastruktur sosial.
Waspada terhadap perubahan
Banyak pelaku bisnis, manajemen, praktisi HR, dan karyawan terdampak pandemi COVID-19. Termasuk mereka yang bekerja di sektor informal atau industri yang rentan terhadap krisis. Maka perlu kebijakan ramah gender di semua sektor untuk menghindari pengangguran serta masalah sosial lain.
Manfaat Partisipasi Pekerja Perempuan
Hari Perempuan Internasional mendorong kita semua untuk menyadari lingkungan kerja membutuhkan sosok perempuan.
Menurut survei Center for Creative Leadership (CCL), memiliki lebih banyak perempuan di tempat kerja berhubungan positif dengan keterlibatan dan retensi karyawan. Dengan kata lain, partisipasi pekerja perempuan mempunyai dampak positif terhadap bisnis.
Workplace from Meta mencatat manfaat keterlibatan pekerja perempuan, berikut ini:
Kumpulan bakat lebih luas
Perusahaan yang tidak merekrut perempuan akan kehilangan bakat dan kemampuan setengah populasi. Sebaliknya, perusahaan yang mempekerjakan perempuan menuai manfaat dalam hal produktivitas dan keuntungan.
Perspektif yang berbeda
Memiliki pekerja perempuan dan laki-laki di perusahaan akan memperoleh beragam perspektif yang memicu kreativitas dan inovasi serta membantu organisasi menemukan dan menangkap peluang baru.
Meningkatkan kolaborasi
Para peneliti mengamati, lebih banyak perempuan dalam kelompok dapat meningkatkan kolaborasi. Karena mereka piawai untuk berbagi ide, memulai percakapan, dan mengumpulkan umpan balik.
Meningkatkan retensi karyawan
Menurut CCL, organisasi dengan persentase pekerja perempuan lebih tinggi cenderung menghasilkan pekerjaan yang menyenangkan dan pekerjaan mendukung work-life balance dapat menjadi strategi retensi karyawan.
Menambah keragaman pelanggan
Pastikan tim Anda memiliki anggota beragam, baik jenis kelamin, latar belakang, maupun etnis. Karena bermanfaat menambah keragaman pelanggan dan konsumen perempuan sangat berpengaruh dalam membuat keputusan pembelian.
Profitabilitas lebih besar
Menyambung hal di atas, semakin banyak pelanggan akan menambah profitabilitas. Menurut McKinsey, perusahaan yang paling beragam gendernya 21% lebih mengalami profitabilitas di atas rata-rata.
Meningkatkan rekrutmen dan reputasi
Memberikan porsi pekerja perempuan secara seimbang menciptakan reputasi positif terhadap perusahaan, sehingga banyak kandidat yang ingin bergabung di perusahaan. Dan, perusahaan bisa mendapatkan kandidat terbaik.
Penutup
Hari Perempuan Internasional tak sekadar menyerayakan dan mengingat sejarah pergerakan perempuan. Semua pihak dapat berpartisipasi di Hari Perempuan Internasional dan mendukung pekerja perempuan.
Dukungan tersebut bisa berupa mengembangkan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan leadership, memberikan promosi, kenaikan gaji, serta menyediakan sistem pendukung yang mereka butuhkan untuk mencapai kesuksesan karier.
Comment