BPJS Kesehatan Karyawan, Pentingnya HRD Memahami Poin Ini | | HRPODS

BPJS Kesehatan Karyawan, Pentingnya HRD Memahami Poin Ini

BPJS Kesehatan merupakan salah satu fasilitas negara yang diperuntukkan kepada tenaga kerja di Indonesia, dan pada esensinya, untuk semua warga negara yang tinggal di Indonesia.

Menurut ketentuan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.

Pemberi kerja atau pengusaha pun wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS.

Sehubungan dengan itu, HRD, perekrut, dan bahkan manajemen perusahaan harus mampu memahami seluk beluk ketentuan lebih lanjut terkait BPJS Kesehatan ini.

Lantas, apa saja ketentuan mengenai BPJS Kesehatan yang harus dipahami pelaku usaha dan praktisi HR?

Ketentuan BPJS Kesehatan Karyawan

BPJS Kesehatan dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Program ini berguna dalam memberikan perlindungan dalam hal kesehatan kepada seluruh masyarakat di Indonesia sehingga terciptanya rasa aman tak terkecuali kepada para karyawan/pekerja.

Selain itu, manfaat yang didapatkan dari sisi perusahaan adalah terciptanya rasa aman. Kenapa?

Dengan mendaftarkan karyawan perusahaan ke BPJS Kesehatan maka akan menjamin tersedianya fasilitas kesehatan bagi pesertanya.

Sehingga dalam hal ini perusahaan akan memiliki daya tarik dalam proses rekrutmen, mengingat adanya kesejahteraan bagi karyawannya.

BPJS Kesehatan yang merupakan salah satu jaminan sosial merupakan amanat dari konstitusi UUD Tahun 1945 yang harus dijalankan.

Sejalan dengan perintah konstitusi, maka ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan BPJS Kesehatan dibuat dan tengah diberlakukan sampai saat ini, antara lain:

  • UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  • UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
  • Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
  • Peraturan Presiden No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018
  • Peraturan Presiden No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018

Bagi pemberi kerja atau perusahaan, adalah wajib hukumnya untuk mendaftarkan BPJS Kesehatan karyawannya.

Apabila tidak, ketentuan dalam Pasal 17 UU BPJS telah memuat sanksi yang didapatkan perusahaan apabila tidak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS.

Perusahaan dapat dijatuhi hukuman sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda, dan tidak mendapat layanan publik tertentu.

Selain itu ancaman pidana juga diberlakukan pada pemberi kerja atau perusahaan yang tidak melakukan kewajibannya untuk memungut iuran, membayar, dan menyetorkan kepada BPJS Kesehatan.

Perusahaan dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak 1 miliar rupiah.

Iuran BPJS Kesehatan Karyawan

Hal penting yang perlu diketahui terkait BPJS Kesehatan adalah iuran yang perlu dibayarkan.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan menyatakan bahwa iuran bagi pekerja adalah sebesar:

5% dari gaji dengan ketentuan:

  • 4% dibayar oleh Pemberi Kerja atau Perusahaan
  • 1 % dibayar oleh Peserta dalam hal ini karyawan

Besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar 5% mencakup untuk jaminan kesehatan untuk 5 orang anggota keluarga (suami/istri dari karyawan dan tiga orang anak).

Apabila karyawan beserta anggota keluarga lebih dari 5 orang, maka berlaku penambahan iuran sebesar 1% per orangnya.

Penghitungan Iuran BPJS Kesehatan Karyawan

Dalam penghitungan iuran BPJS Kesehatan, perusahaan perlu memperhatikan dahulu bahwa yang digunakan dalam penghitungan adalah gaji pokok dan tunjangan tetap.

Kemudian berdasarkan ketentuan pada Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020, batas tertinggi gaji sebagai dasar penghitungan adalah Rp12.000.000 sedangkan batas terendah adalah UMK/UMP.

Fasilitas kesehatan sebagai manfaat yang didapatkan oleh karyawan perusahaan peserta BPJS Kesehatan memiliki pembagian kelas berdasarkan besaran gajinya.

Contohnya, karyawan dengan besaran gaji lebih dari Rp4.000.000,- akan mendapatkan layanan Kelas I.

Lalu, bagi karyawan yang besaran gajinya kurang dari Rp4.000.000,- akan mendapatkan layanan Kelas II.

Kemudian Kelas III diperuntukkan untuk peserta yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Penghitungan iuran BPJS Kesehatan karyawan dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gaji pokok A: Rp7.000.000,-

Iuran yang dibayar perusahaan: 4% x Rp7.000.000,- = Rp280.000,-

Iuran yang dibayar karyawan: 1% x Rp7.000.000 = Rp70.000,-

Total iuran karyawan A: Rp350.000

Apabila seorang karyawan beserta anggota keluarganya lebih dari 5 orang, misalnya B memiliki 4 anak, maka penghitungan iuran bagi B tersebut sebagai berikut:

Gaji Pokok B: Rp8.000.000,-

Iuran yang dibayar perusahaan: 4% x Rp8.000.000,- = Rp320.000,-

Iuran yang dibayar karyawan: 2% x Rp8.000.000,- = Rp160.000,-

Total iuran karyawan B: Rp480.000

Siapa yang Bisa Mendapatkan Fasilitas BPJS Kesehatan Karyawan?

Pada dasarnya, setiap orang di Indonesia wajib terdaftar dalam program BPJS Kesehatan.

Begitu pun pekerja/karyawan perusahaan sebagai penerima upah wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan fasilitasnya.

Karyawan yang wajib terdaftar BPJS Kesehatan adalah setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji baik sebagai karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Tenaga Kerja Asing (TKA) yang telah bekerja di Indonesia selama 6 bulan, maupun pekerja harian lepas.

Setiap karyawan peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan manfaat yang merupakan haknya maupun anggota keluarganya.

Bagaimana Dengan BPJS Kesehatan untuk Karyawan Resign dan PHK?

Bagi karyawan perusahaan yang resign tidak perlu khawatir.

Apabila karyawan resign dan pindah ke perusahan baru, makan perusahaan tersebut lah yang akan melanjutkan mengurus kepesertaan BPJS Kesehatan.

Iuran BPJS kesehatan Anda akan otomatis dibayarkan oleh perusahaan baru dan tetap dapat digunakan.

Selain itu, apabila resign namun tidak lanjut bekerja di perusahaan lain, maka harus mengubah status BPJS Kesehatan kedalam golongan peserta mandiri melalui aplikasi JKN.

Untuk mengubah status kepesertaan ke mandiri dapat dilakukan dalam jangka waktu 30 hari.

Apabila tidak diubah dalam jangka waktu tersebut makan kepesertaan BPJS Kesehatan akan menjadi non aktif.

Jika melebihi 30 hari, status kepesertaan masih bisa diaktifkan namun butuh waktu 14 hari untuk memprosesnya dari nonaktif menjadi aktif kembali.

Sedangkan bagi karyawan yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), status kepesertaan BPJS Kesehatan tetap berlaku dan tetap mendapat manfaat dari BPJS Kesehatan Kelas III sampai 6 bulan kedepan tanpa perlu membayar iuran.

Namun, apabila peserta kemudian bekerja kembali, maka iuran BPJS Kesehatan dilanjutkan pembayarannya.

Bagi karyawan yang mendapatkan PHK dengan alasan sakit berkepanjangan atau cacat total yang dibuktikan dengan surat dokter tetap berhak menjadi peserta BPJS Kesehatan dan akan dikategorikan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Iuran bagi peserta PBI BPJS Kesehatan dibayar oleh Pemerintah Pusat.

Pada dasarnya kepesertaan BPJS Kesehatan berlaku seumur hidup. Peserta tidak dapat berhenti atau keluar dengan keinginan sendiri. Status BPJS Kesehatan akan berhenti otomatis ketika peserta meninggal dunia.

Penutup

Sedikit banyak orang kurang memahami cara kerja BPJS Kesehatan bagi karyawan perusahaan.

Artikel ini disusun untuk bisa memudahkan para HRD, perekrut, manajemen perusahaan sekaligus masyarakat umum yang ingin mengetahui ketentuan penting menyangkut BPJS Kesehatan karyawan.

Semoga bermanfaat!

Comment