Hak perempuan di lingkungan kerja telah diatur di Undang-undang Ketenagakerjaan. Namun harus kita akui bahwa pelaksanaan di lapangan masih ada ketimpangan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan pekerja perempuan memiliki kesempatan terbatas dibanding laki-laki.
Hasilnya, kesempatan bagi mereka tidak banyak dan partisipasi di dunia kerja pun rendah. Padahal hak perempuan sama seperti laki-kai, termasuk di tempat kerja.
Salah satu akibatnya adalah perusahaan dan lingkungan kerja belum siap merespon kehadiran pekerja perempuan. Contohnya, perusahaan wajib memberikan fasilitas transportasi bagi perempuan yang bekerja di sif malam.
Hal tersebut bukan untuk membeda-bedakan, tetapi melindungi tenaga kerja untuk mewujudkan kesejahteraan. Bahkan pemerintah, melalui UU Cipta Kerja bagian Ketenagakerjaan, sudah menyatakan hal tersebut.
HRNote mengajak rekan-rekan HR untuk kembali menilik hak-hak perempuan di tempat kerja berikut ini.
Hak Perempuan Berdasarkan CEDAW
Berdasarkan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dalam konferensi yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1979, hak perempuan terdiri dari:
Hak dalam ketenagakerjaan
CEDAW menyebutkan hak perempuan dalam ketenagakerjaan adalah mempunyai kesempatan bekerja yang sama seperti laki-laki. Hak dalam ketenagakerjaan berupa kesempatan sama dari proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, hingga hak menerima upah yang setara.
Pekerja perempuan juga berhak memperoleh masa cuti yang dibayar –seperti cuti melahirkan– dan perusahaan atau pemberi kerja tidak bisa memberhentikan mereka dengan alasan status pernikahan maupun kehamilan.
Hak dalam kesehatan
Dalam bidang kesehatan, hak perempuan adalah mendapatkan kesempatan bebas dari kematian saat melahirkan dan hak tersebut harus dilakukan oleh negara. Negara harus mewujudkan hak perempuan dengan menjamin perempuan memperoleh pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keluarga berencana (KB), kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan.
Hak dalam pendidikan
Hak perempuan dalam pendidikan, yaitu berkesempatan mengikuti pendidikan –dari tingkat dasar hingga universitas–, mendapatkan beasiswa, dan ada upaya penghapusan stereotip antara perempuan dan laki-laki dalam segala tingkatan serta bentuk pendidikan.
Hak dalam perkawinan dan keluarga
Dalam perkawinan, perempuan berhak untuk memilih suaminya secara bebas, tidak ada paksaan, serta harus berdasarkan persetujuan dari kedua belah pihak. Dalam keluarga, perempuan juga berhak dan bertanggung jawab yang sama sebagai orang tua terhadap anaknya maupun pasangan suami istri.
Hak kehidupan publik dan politik
Perempuan di kehidupan publik dan politik berhak memilih dan dipilih. Ketika ia terpilih lewat proses yang demokratis, mereka berkesempatan sama untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah hingga implementasinya.
5 Hak Perempuan di Tempat Kerja
Hak perempuan di tempat kerja di Indonesia masih terabaikan. Terutama pekerja perempuan di sektor perkebunan sawit dan perikanan.
Hal itu dicatat oleh International Labour Organization (ILO) pada bulan ini. ILO mencatat terdapat 38 juta pekerja di kedua sektor tersebut dan pekerja perempuan mencapai 13,8 juta atau 35 persen.
Di sektor itu, perempuan masih dipandang sebagai pekerja “tambahan” untuk melengkapi pekerjaan suami. Mereka juga mengalami upah rendah dan lingkungan kerja tidak aman.
Padahal di PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan menyebutkan:
Pasal 5
Ayat (1)
Kebijakan pengupahan ditetapkan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Ayat (2)
Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- Upah minimum;
- Struktur dan skala upah;
- Upah kerja lembur;
- Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu;
- Bentuk dan cara pembayaran Upah;
- Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan Upah; dan
- Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.
Di sisi lain, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur hak pekerja perempuan, antara lain:
#1 Cuti haid
Bagi sebagian perempuan, haid adalah periode melelahkan karena mereka merasa sakit dan kesulitan menjalankan tugas harian. Jika mereka membicarakan hal ini kepada Anda, berikan cuti haid kepada mereka.
Menurut UU Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak atas dua hari cuti ketika mereka mengalami haid dan pengusaha dilarang memotong gaji mereka.
Ada pula perusahaan yang memperbolehkan pekerja perempuan untuk mengajukan izin saat haid, tetapi harus disertai dengan surat keterang sakit dari dokter.
Pasal 81
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
#2 Cuti melahirkan
Biasanya, HR dan karyawan telah mengerti tentang cuti melahirkan selama tiga bulan. Bahkan tak sedikit perusahaan yang menyerahkan jadwal cuti ini ke pekerja perempuan. Misalnya, mengambil cuti melahirkan seminggu atau dua minggu jelang jadwal persalinan.
Selain cuti melahirkan, UU Ketenagakerjaan juga memiliki peraturan tentang keguguran. Pekerja perempuan yang keguguran dapat mengambil cuti selama 1,5 bulan atau sesuai rekomendasi dokter kandungan.
Pasal 82
(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
#3 Waktu menyusui
UU Ketenagakerjaan juga mendorong pemberi kerja untuk mendukung karyawan mengasuh anaknya, termasuk yang masih memerlukan ASI. UU menuliskan agar pengusaha memberikan waktu karyawan untuk menyusui buah hatinya di tengah jam kerja.
Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
#4 Pekerja hamil tidak di-PHK
PHK bisa terjadi kapan saja, apalagi ketika pandemi COVID-19 yang memaksa dunia bisnis mengubah cara kerja dan operasional. Namun di luar alasan finansial atau kondisi organisasi, pemberi kerja dilarang melakukan PHK kepada pekerja perempuan yang hamil, melahirkan, keguguran, atau menyusui anaknya.
Pasal 153
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
#5 Jam kerja dan fasilitas
Selain itu, UU berupaya melindungi pekerja perempuan dengan pengaturan jam dan fasilitas kerja. Khususnya jika mereka harus bekerja pada malam hari.
Pasal 76
(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:
- Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
- Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.
Pihak yang Berperan Melindungi Hak Pekerja
Semua pekerja berhak hidup layak. Mereka juga berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan perlindungan ketika bekerja.
Hak tersebut tak hanya dibebankan oleh perusahaan atau pemberi kerja. Semua pihak berperan dalam perlindungan hak pekerja, seperti yang dijelaskan oleh Amnesty.id:
Negara
Kovenan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) mengatur kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak-hak pekerja serta pekerja berhak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja pilihan mereka.
United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights pun berpendapat sama. Negara bertanggung jawab memiliki undang-undang atau kebijakan yang memenuhi syarat untuk memberikan panduan kepada pelaku bisnis. Panduan berupa tanggung jawab mereka dalam melindungi hak pekerja dan memastikan penegakan hukum yang memadai.
Bisnis
Bisnis, dalam hal ini pelaku bisnis, bertanggung jawab menghormati hak pekerja dengan mengacu pada standar HAM internasional. Sebut saja, Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) dan deklarasi ILO tentang prinsip dan hak mendasar di tempat kerja.
Serikat pekerja
Serikat pekerja juga berperan melindungi hak rekan-rekannya. Selama ini, serikat pekerja berkolaborasi memperjuangkan hak mereka, seperti upah layak, keamanan kerja, kesempatan yang sama, jam kerja sesuai ketentuan, dan lainnya.
Serikat pekerja dapat menjadi tempat untuk mencari perlindungan dan dukungan, bantuan dan konsultasi hukum tentang ketenagakerjaan, mediasi bersama, dan ruang advokasi bagi pekerja.
Penutup
Memberikan hak perempuan di tempat kerja bukan berarti mengistimewakan mereka. Namun ini adalah upaya kita bersama menciptakan kesetaraan serta keragaman. Karena pekerja perempuan berhak memperoleh upah dan fasilitas yang sama dengan rekan kerja lain, berkesempatan membangun hubungan kerja yang solid, dan berkontribusi dalam kesuksesan organisasi.
Comment