Pelatihan karyawan sangat penting dijalankan oleh tim HR.
Hasil survei Talentlms pada 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen pemimpin HR di Amerika Serikat memberikan pelatihan karyawan berbentuk upskilling dan reskilling. Pelatihan tersebut sebagai bagian dari program kerja mereka.
Namun, menjalankan pelatihan karyawan bukanlah perkara mudah. Selain waktu dan tenaga, biaya yang harus dikeluarkan pun tidak sedikit.
Ditambah lagi, tidak sedikit pula HR yang kurang mengetahui cara mengukur efektivitas program pelatihan karyawan. Bagi Anda yang sedang mempersiapkan strategi pelatihan karyawan, simak pembahasan kali ini.
Seperti Apa Pelatihan Karyawan yang Efektif?
Bagi Anda yang telah menjalankan program pelatihan karyawan, seberapa efektif hal tersebut? Bagaimana mengetahui efektivitas pelatihan karyawan?
Secara singkat, efektivitas pelatihan adalah tingkat keberhasilan HR dalam mencapai target yang diharapkan dari pelaksanaan pelatihan.
Di sisi lain, pelatihan karyawan kerap dianggap sebagai investasi perusahaan. Bahkan sebelum memulai pelatihan, pemimpin kerap menanyakan hasilnya.
Ya, harus diakui bahwa tidak semua investasi berdampak signifikan. CGS menemukan bahwa 45 persen investasi perusahaan pada pelatihan karyawan tidak efektif dan tidak memberikan dampak apa pun.
Bahkan, survei Harvard Business Review memperlihatkan perusahaan mengalami kerugian rata-rata sebesar USD13.500 atau setara Rp200 juta per karyawan dalam setahun sebagai akibat dari pelatihan tidak efektif.
Tujuan Mengukur Efektivitas Pelatihan Karyawan
Tim HR dapat mengetahui efektivitas pelatihan karyawan melalui pengukuran yang baik.
Namun, sebelum Anda mengukurnya, pastikan perusahaan memiliki tujuan pengukuran pelatihan karyawan yang jelas, yakni:
1) Menilai dampak ke kinerja perusahaan
Pelatihan karyawan yang efektif akan memberikan dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Biasanya, hal ini disebut return on investment (ROI).
Secara umum, kinerja perusahaan atau ROI yang baik dinilai dengan menggunakan beberapa matriks, seperti pendapatan dan profit.
Menurut penelitian ASTD, perusahaan yang menjalankan pelatihan efektif berpeluang memiliki profit margin 24 persen lebih tinggi dari yang tidak menjalankannya. Penelitian ini menunjukkan bahwa ROI perusahaan seharusnya berpeluang naik setelah pelatihan karyawan.
Maka, HR perlu mengukur efektivitas pelatihan karyawan untuk menilai dampaknya terhadap ROI. Ukur dan bandingkan peluang kenaikan ataupun target yang diharapkan oleh manajemen perusahaan.
2) Menilai dampak ke karyawan
Survei TeamStage 2022 menunjukkan sebesar 94 persen karyawan memilih untuk bertahan di tempat mereka bekerja jika perusahaan berinvestasi pada pelatihan.
Bahkan tingkat retensi karyawan bisa meningkat 30 hingga 50 persen dengan program pelatihan karyawan. Hanya 12 persen karyawan yang menyatakan bahwa pelatihan yang mereka terima berguna bagi pekerjaan.
Tentunya, hal itu menjadi pertanyaan besar bagi tim HR. Apakah pelatihan yang dijalankan berdampak signifikan untuk karyawan atau tidak?
Untuk menjawab pertanyaan itu, tim HR dapat mengukur efektivitas pelatihan karyawan. Caranya, nilai produktivitas dan tingkat keberhasilan kerja sebelum dan setelah pelatihan.
Jika tidak sesuai target, maka tim perlu melakukan identifikasi masalah pada pelatihan karyawan.
3. Mengidentifikasi masalah pelatihan
Pengukuran efektivitas pelatihan akan membantu HR dalam mengidentifikasi masalah sekaligus mencari solusi yang tepat.
Solusi harus bisa menjawab permasalah yang terjadi pada pelatihan sebelumnya. Dengan begitu, program pelatihan selanjutnya dapat memberikan dampak yang lebih baik.
Tentu, membuat program pelatihan karyawan ideal memerlukan waktu dan percobaan yang tidak sebentar. Namun, tim harus tetap menjalankan secara efisien agar perusahaan tidak merugi.
Apa Saja Indikator Efektivitas Pelatihan Karyawan?
Tim HR wajib mengetahui indikator dalam menjalankan pelatihan karyawan secara efektif. Hal ini bertujuan agar tim tidak salah langkah saat merancang pelatihan.
#1 Durasi
Time to proficiency adalah indikator yang menyatakan bahwa semakin cepat pelatihan karyawan, makin cepat pula ia menguasai keterampilan yang didapatkannya di pelatihan.
Kalau sebaliknya, bagaimana? Tim HR perlu merancang pelatihan yang mudah dilakukan dan waktu pembelajarannya pun fleksibel atau lebih singkat.
#2 Mempertahankan pengetahuan
Pengetahuan dan keterampilan harus dipertahankan. Caranya, Anda dan tim harus merancang pelatihan sesuai kebutuhan karyawan dalam mengerjakan tugas sehari-hari.
Anda juga bisa membuat pelatihan dengan durasi singkat, tetapi diadakan secara berkala, agar tidak mudah terlupakan.
#3 Dampak ke organsiasi
Pelatihan yang efektif akan berdampak terhadap kinerja organisasi. Indikator dapat terlihat sangat jelas melalui matriks kinerja sebelum dan setelah pelatihan.
#4 Employee engagement
Dari riset Deloitte, karyawan yang merasa kemampuannya tersalurkan dengan baik cenderung lebih loyal dan bertahan di perusahaan lebih lama. Untuk hal ini, Anda dapat menganalisis indikator ketertarikan karyawan kepada perusahaan atau employee engagement.
#5 Kepuasan stakeholder
Umpan balik dari stakeholder termasuk indikator yang wajib diperhatikan oleh HR. Karena mereka ikut mengawasi kinerja perusahaan setiap hari. Sering kal, mereka juga menentukan KPI serta matriks kinerja perusahaan.
Model Pengukuran Efektivitas Pelatihan Karyawan
Bagi tim HR, model pengukuran efektivitas pelatihan karyawan bukan hal asing.
Setidaknya ada tiga model yang sering digunakan, tetapi model mana yang cocok dengan perusahaan? Mari cek satu per satu.
Kirkpatrick’s Model
Model Kirkpatrick untuk evaluasi pelatihan terdiri dari empat tingkat, yaitu reaction, learning, behavior, dan result.
Reaction
Reaction adalah pengukuran tingkat pertama. Tingkat ini mengukur tanggapan awal peserta terhadap pelatihan, program, dan tingkat keterlibatan mereka.
Pengukuran dapat menggunakan data-data, lalu menganalisisnya untuk lebih memahami karyawan terhadap pelatihan. Baik respons, perasaan, sikap, maupun keterlibatannya.
Learning
Learning akan mengevaluasi seberapa banyak peserta belajar selama pelatihan.
Analisis pembelajaran dapat digunakan untuk melaporkan data, seperti penilaian keterampilan, skor kuis, dan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pelatihan.
Hal itu bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak pengetahuan yang peserta simpan. Jika karyawan mempertahankan informasi yang mereka pelajari sampai di tempat kerja, maka program pelatihan berjalan baik.
Behavior
Behavior adalah evaluasi dengan memantau kinerja karyawan di tempat kerja pasca pelatihan. Ini melihat kemampuan mereka untuk menerapkan keterampilan atau ilmu baru saat bekerja.
Selain itu, evaluasi behavior dapat ditempuh melalui simulasi atau studi kasus. Karyawan akan diberikan simulasi untuk memecahkan masalah pekerjaan.
Ini adalah cara efektif untuk mempraktikkan keterampilan dan pengetahuan baru mereka tanpa risiko.
Result
Seperti namanya, result berguna untuk mengukur hasil pelatihan terhadap tujuan bisnis.
Program pelatihan harus selaras dengan tujuan bisnis. Jadi, tim HR wajib menganalisis hasil pelatihan membantu Anda mengukur ROI dan berpeluang memangkas biaya serta meningkatkan efektivitas pelatihan.
Phillips ROI Model
Model Philip ROI merupakan pengembangan dari Kirkpatrick’s model yang sudah populer terlebih dahulu. Pengembangan model ini berfokus pada biaya yang dikeluarkan dan hasil pelatihan (ROI).
Phillips ROI Model mempermudah perusahaan untuk melihat keuntungan pada setiap program pelatihan. Berikut gagasan lima level yang disampaikan oleh Jack Philips.
Level 1 – Reaction
Pada level pertama, tim HR menggunakan survei singkat untuk mengumpulkan data tentang reaksi karyawan terhadap pelatihan.
Langkah ini tidak terlalu berbeda dengan Model Kirkpatrick. Hanya saja, data yang dikumpulkan tidak terlalu banyak menawarkan manfaat bagi perusahaan.
Level 2 – Learning
Di level ini, karyawan harus mengisi survei atau kuis pilihan ganda baik sebelum dan sesudah pelatihan. Tim HR perlu menginterpretasikan hasil survei untuk menilai seberapa banyak pengetahuan yang diperoleh karyawan.
Level 3 – Application and Implementation
Level ketiga akan mengumpulkan data untuk mengetahui keberhasilan berhasil. Level ini juga mengevaluasi penyebab di balik keberhasilan maupun kegagalan dari sebuah pelatihan.
Level 4 – Impact
Model Phillips ROI memperluas fokus untuk menganalisis dampak konten pelatihan dan faktor yang berkontribusi pada peningkatan performa kerja karyawan.
Level 5 – Return on Investment (ROI)
Level terakhir akan menganalisis hubungan biaya dan manfaat untuk menilai dampak pelatihan dari sisi finansial maupun nonfinansial. HR dapat memberikan hasil analisis kepada eksekutif sebagai bukti efektivitas program pelatihan karyawan.
Summative vs. Formative Evaluation
Formative evaluation adalah metode evaluasi berkelanjutan yang membantu tim HR memantau perkembangan karyawan dan mengidentifikasi tantangan yang dihadapi saat proses pelatihan.
Tujuan evaluasi formatif untuk mengetahui seberapa banyak ilmu yang didapatkan oleh karyawan saat menjalankan pelatihan dari satu fase ke fase selanjutnya. Tak ada standar matriks dalam penilaian formatif.
Contohnya, Anda mewawancarai karyawan setelah mereka berhasil menyelesaikan satu fase pelatihan. Di sini, Anda dapat meminta umpan balik dari mereka dan menilai efektivitas pelatihan karyawan.
Sedangkan, summative evaluation ialah metode evaluasi tradisional di mana HR mengukur kinerja karyawan pasca pelatihan menggunakan standar matriks yang telah disusun dan disepakati oleh perusahaan.
Misalnya, penilaian sumatif berupa tes tertulis. Semakin berhasil karyawan menjalani pelatihan, maka ia akan mendapatkan nilai yang semakin tinggi di tesnya. Jika rata-rata nilai keseluruhan tinggi, program pelatihan bisa dikatakan efektif bagi karyawan.
Penutup
Idealnya, perusahaan dapat memfasilitasi pelatihan karyawan dengan mempertimbangkan dampak positif yang akan diterima. Sebut saja, kenaikan profit margin dan retensi karyawan.
Di sisi lain, tim HR harus mampu mengawasi dan mengontrol pelatihan karyawan agar berjalan secara efektif.
Comment