Masalah Komunikasi dan Cara Perusahaan Sampaikan Pesan | | HRPODS

Masalah Komunikasi dan Cara Perusahaan Sampaikan Pesan

Bima Marzuki

Masalah komunikasi berdampak terhadap kehidupan secara luas. 

Masalah komunikasi yang tidak diselesaikan secara tuntas akan menghilangkan tanpa respek, kepercayaan, dan menimbulkan masalah terus-menerus. Kondisi tersebut dapat terjadi di mana saja, termasuk di organisasi.

Pasalnya, organisasi merupakan tempat orang-orang yang berbeda latar belakang berkumpul, sehingga memungkinkan masalah komunikasi muncul. Bahkan masalah tersebut akan mengganggu operasional bisnis dan masa depan perusahaan menjadi taruhannya.

Dalam perbincangan kali ini, Bima Marzuki sebagai CEO & Founder Media Buffet Public Relations banyak memberikan insight tentang masalah komunikasi dan bagaimana menyampaikan pesan yang dengan empati. 

Menurutnya, masalah perusahaan sering kali disebabkan sang pemimpin yang tidak mampu memahami kondisi internalnya. Karena bagaimanapun juga pemahaman tersebut merupakan fondasi perusahaan membangun komunikasi kepada karyawan hingga stakeholder.

Ikuti pembicaraan Bima dan HRNote selengkapnya di bawah ini. Perbincangan ini berlangsung di kantor Media Buffet Public Relations, Jalan Panglima Polim, Jakarta, Rabu (22/07/2022).

Masalah Komunikasi Yang Sering Muncul Di Perusahaan

masalah komunikasi

Berdasarkan asal mulanya, masalah komunikasi muncul dari internal dan eksternal.

Internal 

Masalah komunikasi internal ada beberapa isu. Pertama, kultur. Kultur dapat diartikan habit perusahaan dan kultur bos. 

Ada pemilik perusahaan yang kulturnya tidak senang untuk bercerita atau tidak senang untuk berkomunikasi. Dia hanya mau berkomunikasi hanya dengan level tertentu saja, Sehingga komunikasinya sangat eksklusif. 

Akhirnya, yang terjadi di bawah adalah karyawan tidak merasakan pemimpinnya terbuka. Mereka akan banyak ganjalan-ganjalan, termasuk tidak akan angkat bicara sesuatu yang perlu mereka dibicarakan. 

Dalam perusahaan, keterbukaan komunikasi lebih efektif dari atas. Karena perusahaan itu sangat top down.

Saya sudah melihat beberapa perusahaan, ketika bosnya punya kultur terbuka akan menularkan ke bawah. Itu cepat banget penularannya.

Sebaliknya, ketika bosnya punya kultur tertutup, karyawannya akan tertutup juga. Jangankan antara staf dengan supervisor atau manajer dengan bos, sesama karyawan pun akhirnya saling tertutup.

Saya pernah melihat perusahaan di mana bosnya itu hedon. Dia ke kantor pakai mobil mewah dan perjalanannya dikawal patwal. Akibatnya, level manajer juga hedon dan show off.

Tapi, saya pernah lihat perusahaan besar yang punya pemimpin sangat sederhana. Ketika dia mau meeting antar gedung, dia jalan kaki dan hanya diantar satu pengawal. 

Akhirnya, kultur yang dijalankan oleh pemimpin menular sampai ke karyawannya. Bagaimanapun, komunikasi itu part penting dari kultur.

Kedua, platform, medium, atau tools. Setiap perusahaan memiliki tools dalam berkomunikasi, seperti email, intramail, grup WhatsApp, newsletter, media internal, kadang-kadang ada yang bikin internal tv, majalah, dan lainnya.

Saya melihat, kebanyakan perusahaan bukan berpatokan pada kebutuhan dan karakter organisasinya. Mereka mengikuti tools perusahaan lain, padahal pemilihan itu tergantung dari karakteristik dan kultur masing-masing perusahaan.

Kalau salah memilih medium, pesan perusahaan ke karyawan tidak tersampaikan dengan baik. Bahkan ada riset bahwa email atau intramail dari perusahaan hanya dibaca oleh satu dari empat karyawan.

Eksternal 

Secara eksternal, masalah komunikasi yang kerap muncul ketika perusahaan tidak memahami audience.

Kalau bicara eksternal, maka kita bicara stakeholders. Siapa saja stakeholder? Tergantung perusahaannya.

Contoh perusahaan mobil, stakeholdernya ada pemerintah yang membuat kebijakan, pembeli, partner, distributor, media, dan komunitas.

Dalam komunikasi eksternal, kebanyakan perusahaan itu tidak memahami audience-nya. Yang mereka tahu adalah apa yang ingin mereka sampaikan. Itu saja.

Mereka egois terhadap pesan yang ingin mereka sampaikan. Padahal, seharusnya, komunikasi harus customer centric. Karena tidak semua audience bisa diperlakukan dengan cara yang sama. 

Kalau kita break down lagi, dalam konteks pandemi, banyak orang yang lose their job. Bahkan ada yang kehilangan keluarga dan saudara. 

Ironisnya, perusahaan sering tidak empati dan tidak memahami audience

Ketika menyampaikan sesuatu, mereka salah medium dan tidak memperhatikan momentum. Semua itu, bermuara dari mereka tidak menginvestasikan waktu untuk memahami audience

Cara Perusahaan Menyampaikan Pesan

masalah komunikasi

Masalah komunikasi ada kaitannya dengan cara perusahaan menyampaikan pesan kepada karyawan hingga stakeholder

Kalau dalam konteks perusahaan, biasanya, ada yang namanya corporate communication. Biasanya, corporate communication memiliki gaya bahasa baku, pengumuman tertulis, dan harus berbentuk surat.

Akibatnya, yang terjadi adalah distorsi. Karena penyampaian pesan dibuat kaku dan menggunakan platform yang tidak digunakan oleh karyawan, sehingga penerimaannya tidak bagus.

1. Melihat karakteristik perusahaan 

Saya selalu bilang ke klien bahwa mereka jangan terlalu banyak meniru pihak lain. 

Mereka harus melihat karakteristik perusahaannya dari dalam. Mulai dari karakter karyawan hingga ways of communication

Contohnya, perusahaan yang diisi oleh anak-anak di bawah 25 tahun, karena strategi perusahaan mereka merekrut fresh graduate. Namun, penyampaian pesannya dibikin seperti perusahaan yang diisi oleh karyawan di atas 40 tahun. Kalau caranya seperti itu, ya enggak masuk.

Penyampaian pesan menghadapi challenge ketika masa pandemi COVID-19.

Karena tak sedikit perusahaan yang full WFH (work from home). Jadi mereka harus melihat bagaimana berkomunikasi dengan karyawan, seperti apakah menggunakan email cukup atau harus menggunakan tools lain. 

2. Menerapkan clique

Di beberapa perusahaan, salah satu cara menyampaikan pesan dengan menerapkan clique. Clique itu semacam grup kecil yang ada dalam perusahaan.

Artinya, perusahaan memiliki grup-grup komunikasi kecil. Entah mereka terbagi berdasarkan persahabatan, divisi, atau gaji. Misalnya, clique sesama manajer atau segrup makan siang.

Sebenarnya, clique bisa menjadi sarana efektif untuk mengomunikasikan kebijakan atau memperoleh feedback dari karyawan.

Dengan clique, perusahaan dapat mengidentifikasi masalah, mengumpulkan fakta dan saran, dan memanfaatkan temuan tersebut sebagai strategi komunikasi.

Tentunya, clique tidak bisa diterapkan ke semua perusahaan. Sekali lagi, hal itu tergantung kultur, pekerjaan, jam kerja perusahaan.

3. Pilih tools yang tepat

Sekali lagi, perusahaan harus memilih tools yang tepat. Itu penting. Pemilihan tools ini bukan hanya untuk masa-masa genting. 

Memang, dari segi manajemen, berkomunikasi lewat email atau intramail enak banget, karena ringkas dan ada buktinya. Kalau perlu, suruh tim marketing yang ngerjain. Kan, enggak butuh banyak effort, tinggal klik dan kirim. 

Makanya, banyak karyawan level bawah atau grass root tidak paham kebijakan yang disampaikan oleh orang-orang di atas. Kalau mereka tidak paham, ada kemungkinan mereka mengeluh dan ada ganjalan.

Kesuksesan Komunikasi Perusahaan ke Audience

komunikasi internal

Kesuksesan komunikasi tidak tergantung pada one single factor. Never single factor.

Ada yang bilang content is king. Kalau saya bilang itu omong kosong. Karena di luar konten ada banyak hal, seperti:

  • Momentum: kapan perusahaan akan menyampaikan pesan.
  • Medium: tools atau medium penyampaian pesan.
  • Konten: apa saja isi pesan untuk dikomunikasikan kepada audience.
  • Audience: siapa saja audience dan bagaimana karakteristik mereka.

Kesuksesan komunikasi adalah bagaimana perusahaan menginvestasikan waktu untuk mempelajari dan memahami audience-nya secara umum. Jadi, mereka tidak memperlakukan audience dengan sama.

Bayangkan, jika perusahaan berkomunikasi ke warganet sama seperti cara komunikasi mereka ke media atau investor. Oleh sebab itu, perusahaan perlu memiliki strategi komunikasi.

Perbincangan ini berlanjut ke bagian dua. Bima membicarakan tentang strategi komunikasi.

Comment